PDM KABUPATEN BLITAR - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM KABUPATEN BLITAR
.: Home > Sejarah

Homepage

Sejarah Singkat Muhammadiyah Di Blitar

JAWA TIMUR

Pada ancer kedua dan ketiga abad ke 20 tatkala Muhammadiyah mulai tumbuh dan berkembang di berbagai tempat di Jawa Timur, kereta api telah menghubungkan kota-kota di propinsi ini. Dibangunnya sarana perhubungan kereta api sebenarnya merupakan kelanjutan dari pengembangan sarana perhubungan laut yang mengalami perubahan besar-besaran akibat terjadinya revolusi industri di Eropa ( 1759 – 1869). Penggalian terusan Suez (1869) dan inovasi teknologi kapal mesin hingga memungkinkan dibuatnya kapal-kapal berukuran besar yang menempuh pelayaran jarak jauh. Seterusnya pelayaran antara negri Belanda dan ancera makin meningkat. Untuk keperluan tersebut dibangunlah pelabuhan-pelabuhan seperti Tanjung Priok di ancer, Tanjung Perak di Surabaya, di Semarang dsb. Pembangunan sarana transportasi ini turut berpengaruh pada cepatnya penyebaran dan pengembangan Muhammadiyah di wilayah jawa Timur, karena jalur perdagangan juga semakin ramai dan penyebaran paham Ahmad Dahlan tentang pembaharuan Islam  sangat terkait dengan profesinya sebagai pedagang batik pada waktu itu yang memiliki banyak mitra di Surabaya sebagai centranya.


BLITAR

            Secara umum masuknya Muhammadiyah di kebanyakan wilayah di Jawa Timur hampir bersamaan antara tahun 1915 hingga tahun 1925. Di Surabaya sendiri berdiri Muhammadiyah tanggal 1 Nopember 1921.

            Adapun di Blitar, ada dua versi tentang berdirinya Muhammadiyah di Blitar, sebagaimana dituturkan oleh dua orang tua (sesepuh) yaitu H. Moh. Salim (dalam buku catatan peninggalannya) dan Moh. Soemardi. Menurut H. Moh. Salim Muhammadiyah berdiri sekitar tahun 1921, sedangkan menurut Moh. Soemardi Muhammadiyah berdiri di Blitar sekitar tahun 1928. Menurut Moh. Salim, tokoh-tokoh yang mengemudikan Muhammadiyah di Blitar pada awal berdirinya adalah H. Tamar, Kasan Mukmin, H.A.. Muhammad (ayahanda H. Moh. Salim), Noto Ilham, Kasan dan Abdul Rahim. Sedangkan menurut Moh. Soemardi, tokoh-tokoh yang menjadi penggerak Muhammadiyah Blitar pada awal berdirinya adalah  Mangun Suryo, Hadi Wasito, Parto Mukri (ayahanda Moh. Soemardi). Yang menarik dari dua sumber tersebut, bahwa berdirinya Muhammadiyah Blitar tidak lepas dari sentuhan tokoh bernama Abu Sujak yang diutus langsung dari Jogja, baik dia sebagai Muballigh maupun sebagai guru.

            Berdirinya Muhammadiyah di Blitar diawali oleh tokoh-tokoh seperti Noto ilham, Mangun Suwiryo, Hadi wasito dan parto Mukri ( yang akhirnya dikenal sebagai tokoh penggerak berdirinya Muhammadiyah di Blitar ) dengan mengikuti pengajian Ahmad Dahlan di Sumber Pucung, Malang. Setelah pesertanya semakin banyak sekitar sepuluh orang, mengadakan pengajian sendiri di Blitar dengan muballigh dari pusat , H. Abdul Azis dan dilanjutkan dialog. Saat itu H. Abdul Azis sempat mendatangi seorang tokoh Komunis di jalan Irian (yang dikenal sangat benci dengan Muhammadiyah dan sering mengganggu aktifitas Muhammadiyah) untuk diajak kembali kepada ajaran agama yang lurus dan tidak menggangu aktifitas Muhammadiyah.

            Pengenalan doktrin Muhammadiyah di Blitar tidak langsung direspon positif oleh masyarakat, tetapi dengan kegigihan para penyebarnya, secara perlahan memperoleh simpati masyarakat. Tokoh-tokohnya seperti Darmosarono, H. Abdullah, Parto Mukri, Maksum, Sastro wahono, Hadi warsito, Bustami, Harjo wisastro, Moh. Tahsis, R. Sosro Wijojo, Moh. Daenuri, Mohammad Salim dan Mohammad Barnawi. Mereka yang tegabung dlam pemuda seperti markum Fuadi, Abdul Hamid, Tamam Bin Bardan, Ahmadi, Bambang Prayitno, Suwoto dan sebagainya (GPII). Sedangkan yang tergabung dalam Pemuda Muhammadiyah antara lain Mohammad Anshor, Subiyantoro, Nasirudin, Mohammad Sudarminto, Mohammad Sundarto, Mohammad Yantonis dan Mohammad Norman.

            Ketika digelar Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tahun 1964, sebagian delegasi Arab ada yang berkunjung ke Blitar. Pemerintah dan pengurus Muhammadiyah Blitar menyambut bersama. Saat itu hubungan pimpinan Muhammadiyah dengan Dandim 0808 baik sekali. Untuk menyambut kedatangan tamu tersebut, didatangkan Drumb Band Pemuda Muhammadiyah Sumber Pucung dan Drumb band Nasyiatul Aisyiyah Kepanjen, Malang. Dua unit Drumb Band itu dimainkan dengan penuh semangat, tertib dan kompak, didukung  pakaian baret, baju kuning celana coklat berselempang biru. Di unit yang lain berseragam putih berselempang merah. Blitar digemparkan dengan hadirnya dua Drumb Band tersebut. Nama Muhammadiyah kian dikenal di masyarakat dan selanjutnya di Blitar bermunculan Drumb band.

            Pada awal orde baru sulit mendatangkan muballigh dari luar daerah. Ketika akan menghadirkan Abdul Wahid  Suyoso dari Surabaya, panitia di ancer di Kodim 0808 untuk mempertanggungjawabkan ceramah yang akan disampaikan. Ternyata isinya sangat membantu pemerintah. Setelah itu Muhammadiyah bisa mendatangkan muballigh dari luar seperti Bey Arifin dari Surabaya dan Moh. Syamlan dari Tulung Agung. Sejak itulah gerakan Muhammadiyah berlangsung tanpa kendala (agak ancer ), khususnya tabligh ke ranting-ranting.

            Kini Muhammadiyah Blitar telah memiliki 13 cabang dan 54 ranting. 7 organisasi otonom dan beberapa amal usaha di bidang kemasyarakatan, antara lain ; 15 TK ABA, 1 SDM, 4 MI, 1 SMP, 1 SMA, 1 BP, 1 RB, 1 RSU, 2 Panti asuhan, 1 lembaga keuangan,  lk 3000 warga dan simpatisan dn sebagainya.

 

Sumber :

Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921 – 2004

“ Menembus Benteng Tradisi “

( Surabaya, Hikmah Press, 2005)

 

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website